... Website terbaik untuk menyelesaikan masalah ...

PERKEMBANGAN ISLAM DIINDONESIA

PERKEMBANGAN ISLAM DIINDONESIA


A.Beberapa Pendapat Tentang Awal Masuknya Islam di Indonesia.

Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:
       Seminar masuknya islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.

       Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China.
     Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M.
Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
    Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya.
    Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnay berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.
W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Aarb muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).
    T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M).
Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:
      Satu-satunya sumber ini adalah diketemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun (dimasehikan 1082)
Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:
     Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun 1292 M.
K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.
      J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13.
     Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan saudah adanya beberapa kerajaaan islam di kawasan Indonesia.
Siapakah Pembawa Islam ke Indonesia?
    Sebelum pengaruh islam masuk ke Indonesia, di kawasan ini sudah terdapat kontak-kontak dagang, baik dari Arab, Persia, India dan China. Islam secara akomodatif, akulturasi, dan sinkretis merasuk dan punya pengaruh di arab, Persia, India dan China. Melalui perdagangan itulah Islam masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian bangsa Arab, Persia, India dan china punya nadil melancarkan perkembangan islam di kawasan Indonesia.
1.Gujarat (India)
Pedagang islam dari Gujarat, menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antar lain:
ukiran batu nisan gaya Gujarat.
Adat istiadat dan budaya India islam.
2.Persia
Para pedagang Persia menyebarkan Islam dengan beberapa bukti antar lain:
Gelar “Syah” bagi raja-raja di Indonesia.
Pengaruh aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar).
Pengaruh madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen).
3.Arab
Para pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia, dengan bukti antara lain:
Menurut al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman, Hidramaut, Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan islam di lingkungannya, sekitar Sumatra, Jawa, dan Malaka.munculnya nama “kampong Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak mengenalkan islam.
4.China
Para pedagang dan angkatan laut China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo awan ?), mengenalkan islam di pantai dan pedalaman Jawa dan sumatera, dengan bukti antar lain :
1.Gedung Batu di semarang (masjid gaya China).
2.Beberapa makam China muslim.

3.Beberapa wali yang dimungkinkan keturunan China.
       Dari beberapa bangsa yang membawa Islam ke Indonesia pada umumnya menggunakan pendekatan cultural, sehingga terjadi dialog budaya dan pergaulan social yang penuh toleransi (Umar kayam:1989)

Proses Awal Penyebaran Islam di Indonesia
1. Perdagangan dan Perkawinan
Dengan menunggu angina muson (6 bulan), pedagang mengadakan perkawinan dengan penduduk asli. Dari perkawinan itulah terjadi interaksi social yang menghantarkan Islam berkembang (masyarakat Islam).
2. Pembentukan masyarakat Islam dari tingkat ‘bawah’ dari rakyat lapisan bawah, kemudian berpengaruh ke kaum birokrat (J.C. Van Leur).
3. Gerakan Dakwah, melalui dua jalur yaitau:
a. Ulama keliling menyebarkan agama Islam (dengan pendekatan Akulturasi dan Sinkretisasi/lambing-lambang budaya).

b. Pendidikan pesantren (ngasu ilmu/perigi/sumur), melalui lembaga/sisitem pendidikan Pondok Pesantren, Kyai sebagai pemimpin, dan santri sebagai murid.
       Dari ketiga model perkembangan Islam itu, secara relitas Islam sangat diminati dan cepat berkembang di Indonesia. Meskipun demikian, intensitas pemahaman dan aktualisasi keberagman islam bervariasi menurut kemampuan masyarakat dalam mencernanya.
Ditemukan dalam sejarah, bahwa komunitas pesantrean lebih intens keberagamannya, dan memiliki hubungan komunikasi “ukhuwah” (persaudaraan/ikatan darah dan agama) yang kuat. Proses terjadinya hubungan “ukhuwah” itu menunjukkan bahwa dunia pesantren memiliki komunikasi dan kemudian menjadi tulang punggung dalam melawan colonial.
Menurut saya Tabut Hasan dan Husein (pengaruh Syi’ah) tidak bisa dijadikan sebagai bukti masuknya Islam oleh pedagang-pedagang Persia, dengan alasan sbb. :

1.   Masuknya budaya tabut Syi’ah tersebut adalah pada zaman penjajahan       Inggris di Bengkulu yang dibawa oleh serdadu-serdadu kolonial Inggris yang brasal dari Hindia Muka (India + Pakistan + Bangladesh) dan tidaklah dibawa oleh orang-orang Persia. Namun, tidak tertutup kemungkinan oleh orang-orang India turunan Persia.

2.    Inggris bercokol di Bengkulu dari penghujung abad ke 17 s/d Traktat London (Thn 1824).

3.   Dari Bengkulu budaya ini hanya menyebar ke Pariaman (Sum-Bar) .
Ada bukti lain masuknya Islam Ke Nusantara yakni Chinese Annlas) pada abad ke 8 atau ke 9 (maaf saya lupa tahunnya) Kerajaan Melayu mengirimkan 2 (dua) orang utusan ke China yang nama-namanya diindikasikan nama-nama muslim. Mengenai Chinese Annals terkait saya baca di salah satu buku Perpustakaan British Council, Koln, Jerman beberapa puluh tahun yang lalu. Sebagai sejarawan tentu anda gampang untuk menelusurinya.



       Islam telah dikenal ke Nusantara atau Indonesia pada abad pertama Hijriyah (abad 7 Masehi) meskipun dalam frekuensi yang tidak terlalu besar melalui jalur perdagangan para pedagang muslim yang berlayar ke kawasan ini dan singgah untuk beberapa waktu. Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di Semenanjung Melayu dan Nusantara berlangsung beberapa abad kemudian. Setelah itu, terjadilah interaksi yang cukup "kental" antara para pedagang Arab dan masyarakat Indonesia dalam akulturasi Bangsa Arab dengan bangsa Indonesia, melalui pendekatan ekonomi (transaksi perdagangan), penghapusan kasta-kasta dan menggantikannya ke dalam derajat yang sama, pendekatan dakwah, ikatan perkawinan dan ajaran- ajaran tasawuf. 
       Dalam sejarah Islam pernah mengalami kemajuan dan kemunduran. Kemajuan Islam terjadi pada masa Khalifah Abbasiah dan Muawwiyah berkuasa. Islam mengalami kemunduran pada fase akhir Muawwiah di Andalusia (Spanyol) setelah dikalahkan oleh tentara ratu Issabella dan raja Ferdinand yang menguasai benteng terakhir Islam di Granada. Selain itu, pasukan Tar-Tar dan Mongol melakukan penyerangan dengan memporak- porandakan Baghdad. Di Negeri Seribu Satu Malam itu mereka membunuh para fuqoha, ulama dan cendikiawan muslim. Pada saat yang sama, Islam di Nusantara malah berkembang pesat dan satu per satu daerah kekuasaan kerajaan di Indonesia masuk Islam. Banyak raja-raja di Indonesiayang semula memeluk agama Hindu-Budha mulai memasuki agama Islam. 
       Perkembangan Islam di Nusantara ibarat (Islam) "mukjizat", karena mampu menggantikan kepercayaan-kepercayaan dan agama masyarakat Indonesia yang sangat kuat. Selain itu, pada saat Islam di kawasan pusat-pusat kekuasan Islam seperti Baghdad, Spanyol dan lain-lain sedang mengalami kemunduran. 
        Di Indonesia, saat itu, proses masuknya Islam terhindar dari peperangan yang besar, bahkan interaksi antara penyebar Islam dan masyarakat di Nusantara berjalan dengan cara halus dan baik. Padahal, tantangan penyebaran Islam di Nusantara cukup besar karena masyarakat Indonesia memiliki kepercayaan animisme dan agama Hindu-Budha sangat kuat. Kondisi itu mengingatkan akan awal masuknya Islam di tanah Arab yang kebanyakan menyembah berhala dan kepercayan paganisme. Tapi, mengapa proses interaksi kebudayaan Islam dan Indonesia dapat berjalan lancar di masyarakat Nusatara? Karena para pedagang Arab itu cerdik memadukan kebudayaan Islam dengan kebudayaan tradisional. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada tahun 100 H (718 M), saat raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim su-rat kepada Khalifah 'Umar bin Abdul 'Aziz dari Khilafah Bani Umayyah, meminta mengirimi da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: "Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu- bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tidak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya." Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindarvarman, yang semula Hindu, masuk Islam sehingga Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. Sayang, pada tahun 730 M, Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.


B.Hubungan Nusantara dengan Khilafah Islamiyah 

       Para pengemban dakwah Islam di Nusantara merupakan utusan langsung khalifah. Pada tahun 808 H/1404 M Walisongo diutus oleh Sultan Muhammad I (Sultan Muhammad Jala-bi/Celebi) dari Kesultanan Utsmani yang dilakukan selama 1 periode. Mereka itu adalah: Maulana Malik Ibrahim (Turki), ahli tata pemerintahan negara, Maulana Ishaq/Syekh Awwalul Islam (Samarqand), Maulana Ahmad Jumadil Kubra (Mesir), Maulana Muhammad al-Maghrabi (Maroko), Maulana Malik Israil (Turki), Maulana Hasanuddin (Palestina), Maulana Aliyuddin (Palestina), Syekh Subakir (Persia)
Antara tahun 1349-1406 M, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke Jawa diantar oleh Zainal Abidin Bahiyan Syah penguasa Samudera Pasai. Antara tahun 1421-1436 M, datanglah Sayyid Ali Rahmatullah putra Syaikh Ibrahim (Samarqand), yang lebih dikenal dengan Ibrahim Asmarakandi, dari ibu Putri Raja Campa-Kamboja (Sunan Ampel), Sayyid Ja'far Shadiq/Sunan Kudus (Palestina), dan Syarif Hidayatul-lah (Palestina) cucu Raja Siliwangi Padjajaran (Sunan Gunung Jati) untuk menggantikan da'i yang telah wafat. 
       Mulai tahun 1463 M, banyak da'i dari Jawa yang menggantikan da'i yang wafat atau pindah tugas. Mereka itu adalah: Raden Paku (Sunan Giri), putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu, Raja Blambangan; Raden Said (Sunan Kalijaga), putra Adipati Wilatikta, Bupati Tuban; Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang); Raden Qasim Dua (Sunan Drajat), putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati, putri Prabu Kertabumi, Raja Majapahit. Dilihat dari gelar mereka, dapat dilihat bahwa dakwah Islam sudah terbina dengan subur dan baik di kalangan elit penguasa Kerajaan Majapahit sehingga kesultanan terbentuk dengan mudahnya. Hubungan Aceh dengan Khilafah Utsmaniyah terlihat pada tahun 1563 M, dengan dikirimnya seorang utusan penguasa Muslim di Aceh ke Istambul untuk meminta bantuan melawan Portugis sambil meyakinkan bahwa sejumlah raja di kawasan tersebut telah bersedia masuk Islam jika kekhilafahan Utsmaniyah menolong mereka. Namun, bantuan tersebut ter- tunda selama dua bulan, karena adanya pengepungan Malta dan Szigetvar di Hungaria dan kematian Sultan Sulaiman Agung. Akhirnya, dibentuklah sebuah armada yang terdiri dari 19 ka-pal perang dan sejumlah kapal yang mengangkut persenjataan dan persediaan untuk memban-tu masyarakat Aceh yang terkepung. Namun, bantuan tersebut hanya satu atau dua kapal yang tiba di Aceh, karena kapal yang lain dialihkan untuk tugas perluasan kekuasaan Utsmaniyah di Yaman. Kapal yang tiba tersebut mengangkut pembuat senjata, penembak, teknisi, senjata dan peralatan perang lainnya. Peristiwa tersebut dapat ditemui di dalam berbagai arsip dokumen sejarah negara Turki.
    Tahun 1048 H/1638 M, Abdul Qadir dari Kesultanan Banten, dianugerahi gelar Sultan Abdulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu, dan tahun 1051 H/1641 M, Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram, meperoleh gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami oleh Syarif Makkah. Tahun 1638 M, Sultan Abdul Kadir Banten mengirim utusan membawa misi mengha-dap Syarif Zaid di Makkah, misi tersebut sukses sehingga
Kesultanan Banten merupakan kera-jaan Islam dan termasuk Dar al-Islam dibawah pimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul.
Tahun 1652, Khilafah Turki Utsmani mengirim 500 orang pasukan dari Turki beserta sejumlah alat tembak (meriam) beserta amunisi kepada Kesultanan Aceh setelah adanya per-mintaan dari kesultanan. Dengan demikian, keterkaitan Nusantara sebagai bagian dari Khilafah, dari pengiriman da'i hingga bantuan militer, telah dapat dilihat dengan jelas. Hubungan tersebut juga dapat dilihat pada pengangkatan Meurah Silu menjadi Sultan Malikussaleh di Kesultanan Samudera Pasai Darussalam serta pengangkatan Sultan Abdul Kadir dari Kesultanan Banten dan Sultan Agung dari Mataram oleh Syarif Makkah. 
      Islamlah yang menyatukan daerah di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat tidak adanya nafsu saling menguasai di antara kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Kerajaan-kerajaan layaknya sebuah provinsi-provinsi dalam naungan Daulah Khilafah yang berpusat di Timur Tengah.Kondisi sebelum Islam masuk Indonesia juga terlihat pada saat ini dimana umat Islam terbagi-bagi dalam national-state (negara kebangsaan). Setiap negara hanya memikirkan dirinya sendiri, bahkan ikut serta dalam penindasan negara lain. Seperti halnya yang dilakukan oleh Indonesia yang memberi dukungan suara dalam penindasan terhadap Iran soal reaktor Nuklir. Ataupun Arab Saudi yang menyediakan tanahnya sebagai pangkalan termewah Amerika di Timur Tengah untuk menyerang Iraq dan Afganistan. Padahal satu abad yang lalu mereka masih satu kesatuan yang saling bahu membahu dalam naungan Islam. 
       Peperangan terjadi di Nusantara juga bukan dengan masyarakat asli sendiri, melainkan dengan para penjajah asing seperti Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris. Nafsu para penjajah asing untuk menguasai Nusantara dengan cara paksa, serakah dan merampok kekayaan masyarakat telah mengakibatkan perlawanan dari rakyat yang hebat dan tak terelakan. Bagi masyarakat yang telah memeluk agama Islam, mereka yakin bahwa perang itu bukan sebatas mempertahankan harga diri dan keluarga, tapi tanah air dan agama sebagai Jihad fi Sabilillaah.



share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 22.05 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar