Arsitektur
sebagai lingkungan binaan manusia Pada dasarnya setiap manusia memiliki
kebutuhan. Suatu karya arsitektur merupakan wujud kebudayaan sebagai hasil
kelakuan manusia dalam rangka memenuhi hasrat kebutuhan mereka. Menurut Van Romondt
Arsitektur adalah ruang tempat hidup manusia dengan bahagia (definisi
konsepsional) kata ruang meliputi semua ruang yang terjadi karena dibuat oleh
manusia.pada prinsipnya jelas bahwa arsitektur terdiri dari unsur-unsur ruang.
Atau dengan kata lain karya arsitektur merupakan lingkungan baik buatan manusia
maupun dari alam, istilah yang lebih popular untuk menggambarkan pengertian ini
lah bahwa arsitektur merupakan suatu lingkungan binaan.
Manusia,
Kebudayaan dan Lingkungan Hubungan antara kegiatan manusia dengan lingkungan
alam dijembatani oleh pola-pola kebudayaan yang dimiliki manusia (Parsudi
Suparlan). Lingkungan, selain berupa lingkungan alam juga berupa lingkungan
sosiobudaya. Karena itu konsep manusia harus dipahami sebagai makhluk yang bersifat
biososiobudaya. Sehubungan dengan itu, maka manusia, kebudayaan dan lingkungan
merupakan 3 faktor yang saling berhubungan secara integral. Lingkungan alam
tempat manusia hidup memberikan daya dukung kehidupan dalam berbagai bentuk
kemungkinan yang dapat dipilih manusia untuk menentukan jalan hidupnya.
Pengembangan pilihan-pilihan itu sangat bergantung pada potensi kebudayaan
menusia yang berkembang karena kemampuan akalnya. Dengan kata lain, melalui
kebudayaan manusia akan selalu melakukan adaptasi terhadap lingkungannya.
Dalam
proses adaptasi tersebut manusia mendayagunakan lingkungan agar dapat
melangsungkan kehidupannya. Pertumbuhan Ekologi Manusia
Pendapat
1: Keadaan lingkungan alam menentukan corak kebudayaan (aliran environmental
determinism) Artinya gejala kebudayaan hanya dapat dijelaskan dan dianalisis
berdasarkan pengaruh lingkungan. Seluruh aspek tingkah laku dan kebudayaan
merupakan hasil dan bentukan lingkungan alam. Contoh: manusia yang berada dalam
1 lingkungan memiliki kebudayaan yang sama
Pendapat
2: Lingkungan alam tidak menentukan warna kebudayaan, tetapi hanya sekedar
menawarkan kemungkinan dan manusia memanfaatkannya sesuai dengan teknologi yang
dikuasai (aliran environmental possibilism) Artinya: lingkungan alam memang
berpengaruh kepada kebudayaan, tetapi tidak menentukan corak kebudayaan.
Contoh: Manusia dalam lingkungan yang sama memiliki kebudayaan yang berbeda
Kedua aliran ini selanjutnya menjadi pendekatan awal dalam kajian ekologi
manusia.
Konsep
Dasar Ekologi Manusia
1.
Adaptasi Merupakan pola penyesuaian manusia terhadap lingkungan alam dalam
usaha melangsungkan dan mengembangkan kehidupannya (survival). Penekanan: -
proses evolusi genetik : gerak timbal balik akibat adanya interaksi manusia
dengan lingkungannya - tingkah laku : beroperasi melalui pengetahuan dan
persepsi untuk mengatasi kondisi lingkungannya
2.
Ekosistem - suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik
antara ,manusia dengan lingkungannya - Suatu sistem interaksi yang bersifat
fungsional dan efektif antara organisme hidup (fisik dan biologis) dengan
lingkungannya - Konsep ekosistem membantu memahami pola interaksi antara
manusia dengan lingkungannya
3.
Relung (niche) Semua makhluk hidup memiliki tempat hidup (habitat). jika
habitat berubah maka makhluk hidup akan mati atau harus pindah. Jika perubahan
berlangsung lama atau bertahap, makhluk hidup akan beradaptasi (menyesuaikan
diri). ‘Profesi’ makhluk hidup dalam habitat atau tingkah laku dalam
menyesuaikan diri ini disebut relung.
Arsitektur
sebagai unsur kebudayaan merupakan salah satu bentuk bahasa nonverbal manusia,
alat komunikasi manusia nonverbal ini mempunyai nuansa sastrawi dan tidak jauh
berbeda dengan sastra verbal. Arsitektur itu sendiri dapat dipahami melalui
wacana keindahan, sebab dari sanalah akan muncul karakteristiknya. Dalam naskah
kuno sastra jawa dan kitab lontara Bugis dapat ditemukan hubungan relevansi
antara lingkungan kehidupan budaya manusia dengan rumah adat yang
diciptakannya.Jadi dapat disimpulkan bahwa Setiap daerah mempunyai
masing-masing bentuk, cara, dan tradisi dalam membina suatu kebudayaan agar
budaya mereka tetap bertahan, arsitek pun juga berperan penting dalam membangun
budaya dalam segi pembangunan daerah sesuai rancangan dalam kajian arsitektur.
Maka dari itu seorang arsitek (manusia) harus menghargai kebudayaan yang telah
terjaga oleh anak bangsa agar tetap dan selalu ada untuk generasi penerus kita. Untuk menganalisis hubungan antara
budaya dan lingkungan binaan, maka dapat digunakan variabel sosial dengan sekuens
tertentu yang semakin spesifik dari budaya melalui world views dan nilai,
sampai kepada gaya hidup dan aktivitas dan mengamati ekspresi sosial.
Contoh :
Keraton
Surakarta atau lengkapnya dalam bahasa Jawa disebut Karaton Surakarta
Hadiningrat adalah istana Kasunanan Surakarta. Keraton ini didirikan oleh
Susuhunan Pakubuwono II (Sunan PB II) pada tahun 1744 sebagai pengganti
Istana/Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743. Istana
terakhir Kerajaan Mataram didirikan di desa Sala (Solo), sebuah pelabuhan kecil
di tepi barat Bengawan (sungai) Beton/Sala.
Setelah
resmi istana Kerajaan Mataram selesai dibangun, nama desa itu diubah menjadi
Surakarta Hadiningrat. Istana ini pula menjadi saksi bisu penyerahan kedaulatan
Kerajaan Mataram oleh Sunan PB II kepada VOC pada tahun 1749. Setelah
Perjanjian Giyanti tahun 1755, keraton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi
Kasunanan Surakarta. Kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai
tempat tinggal sunan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi
kerajaan hingga saat ini.
Keraton
ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Solo. Sebagian kompleks
keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kasunanan,
termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan
gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh
arsitektur istana Jawa tradisional yang terbaik. Keraton
(Istana) Surakarta merupakan salah satu bangunan yang eksotis di zamannya.
Salah satu arsitek istana ini adalah Pangeran Mangkubumi (kelak bergelar Sultan
Hamengkubuwono I) yang juga menjadi arsitek utama Keraton Yogyakarta. Oleh
karena itu tidaklah mengherankan jika pola dasar tata ruang kedua keraton
tersebut (Yogyakarta dan Surakarta) banyak memiliki persamaan umum.
Keraton
Surakarta sebagaimana yang dapat disaksikan sekarang ini tidaklah dibangun
serentak pada 1744-45, namun dibangun secara bertahap dengan mempertahankan
pola dasar tata ruang yang tetap sama dengan awalnya. Pembangunan dan restorasi
secara besar-besaran terakhir dilakukan oleh Susuhunan Pakubuwono X (Sunan PB
X) yang bertahta 1893-1939. Sebagian besar keraton ini bernuansa warna putih
dan biru dengan arsitekrur gaya campuran Jawa-Eropa.
Posted by 08.51 and have
0
komentar
, Published at
Tidak ada komentar:
Posting Komentar