... Website terbaik untuk menyelesaikan masalah ...

EFUSI PLEURA

EFUSI PLEURA



A.   Definisi

Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura ( Brunner & Suddarth, 2001).


B.   Etiologi

1.    Infeksi tuberculosis
2.    Infeksi nontuberculosis
3.    Keganasan
4.    Trauma
5.    Parapneumonia, Parasit (ameba, paragonimiasis, Echinococcus), Jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, Q fever, Legionella).
6.    Keganasan paru
7.    Proses imunologis: pleuritis lupus, pleuritis rheumatoid, sarkoidosis.
8.    Radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.
Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melebihi absorbsi cairan pleura. Normalnya, cairan memasuki rongga pleura dari kapiler dalam pleura parietalis dan diangkut melalui jaringan limfatik yang terletak dalam pleura parietalis. Cairan juga dapat memasuki rongga pleura dari ruang intersisium paru melalui pleura viseralis atau dari kavum peritoneum melalui lubang kecil yang ada di difragma. Saluran limfe memiliki kapasitas menyerap cairan 20 kali lebih besar daripada cairan yang dihasilkan dalam keadaan normal. Oleh karenanya efusi pleura dapat terbentuk bila ada pembentukan cairan pleura yang berlebihan atau jika terjadi penurunan pengangkutan cairan melalui limfatik.

C.   Tanda dan Gejala

1.    Nafas pendek

2.    Nyeri dada pleuritik
3.    Takipnea
4.    Hipoksemia bila ventilasi terganggu
5.    Perkusi : pekak
6.    Penurunan bunyi nafas di atas area yang sakit

D.   Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui limfe sekitar pleura.

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.

E.    Pemeriksaan Diagnostik

1.    Rontgen dada / Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang berasal dari luar atau dalam paru-paru sebdiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara baying cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
Pemeriksaan dengan USG pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
2.    Ultrasonografi pleura: menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
3.    CT scan dada
CT scan dada, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura karena adanya densitas cairan dengan jaringan sekitarnya. Hanya saja tidak banyak dilakukan karena biayanya sangat mahal.


4.    Torakosentesis
a.    Warna cairan :
Cairan pleura berwarna kekuning-kuningan
Bila agak kemerah-merahan dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila Kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema.
Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena ameba.
b.    Biokimia : basil tahan asam (untuk tuberculosis), hitung sel darah merah dan putih, kadar pH, glukosa, amilase.
c.    Sitologi : sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar dengan banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.
d.    Bakteriologi
5.    Biopsi pleura

F.    Penanganan

1.    Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2.    Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3.    Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4.    Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea. Torakosintesis: aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun terapeutik.
Pelaksanaan sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran pleura sebaiknya jangan melebihi 1.000 samapi 1.500 cc pada setiap kali aspirasi.
a.    Efusi pleura transudatif: protein < 3 gram/liter, spesifik gravity < 1,015
b.    Efusi pleura eksudatif, memenuhi paling tidak 1 dari criteria berikut:
- protein cairan pleura/protein serum > 0,5
- LDH cairan pleura?LDH serum > 0,6
- LDH cairan pleura > 2/3 LDH serum plasma
c.    Kadar glukosa amylase
d.    Sitologi cairan pleura
e.    Hitung sel jenis
f.     Klutur dan pewarnaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.

Efusi sekunder akibat keganasan
Efusi maligna yang terjadi akibat kelainan metastasis merupakan efusi terseing kedua paling sering ditemukan diantara tipe efusi eksudatif. Tiga jenis tumor yang menyebabkan kira-kira 75% dari seluruh efusi pleura maligna adalah karsinoma paru (30%), karsinoma Mammae (25%) dan tumor kelompok limfoma (20%).  Sebagian besar pasien efusi pleura akibat kmalignitas ini mengkin mengeluhkan gejala dipsnea yang kerap kali proporsinya tidak sebanding dengan luas efusi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi.
            Diagnosis dibuat melaui pemeriksaan sitologik cairan pleura. Jika pemeriksaan sitologik awal memberikan hasil negative, diperlukan pemeriksaan sitologik ulang dengan tindakan biopsy pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy). Jika diagnosisnya masih belum dapat ditegakkan, torakoskopi mungkin akan menghasilkan diagnosis bilamana pasien menderita keganasan.
Sebagian besar pasien dengan efusi pleura yang ganas harus diterapi secara simptomatis, karena keberadaan efusi menunjukkan penyakit yang diseminasi dan kebanyakan keganasan yang disertai efusi pleura tidak dapat disembuhkan dengan kemoterapi. Jika kehidupan pasien terganggu dengan gejala dipsnea dan dipsnea tersebut dapat dikurang dengan torakosintesis maka salah satu prosedur berikut harus dikerjakan:
1.    Torakostomi dengan pemasangan selang yang disertai pemberian preparat yang menyebabkan sclerosis seperti bleomisin, 60 IU, atau minosiklin, 5 hingga 10 mg/kg BB
2.    Torakoskopi yang disertai abrasi pleura atau penghembusan bedak talk
3.    Pemasangan pintas pleuroperitoneal

G.   Komplikasi

1.    Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
2.    Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
3.    Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
4.    Laserasi pleura viseralis

H.   Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada klien dengan efusi pleura

1.    Nyeri berhubungan dengan agen injury: fisik
2.    Risiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan factor-faktor risiko lain yang menentukan.
3.    Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer (cairan tubuh statis).
4.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.




share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 09.59 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar